Ribuan Titik Dapur Gizi Disebut Mangkrak, Apakah Benar-Benar FIktif? Begini Kata BGN
Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa tidak ada dapur layanan gizi atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bersifat fiktif dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Badan Gizi Nasional (BGN) tengah menjadi sorotan publik menyusul munculnya isu ribuan titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai mangkrak bahkan dianggap fiktif. Banyak pihak mempertanyakan transparansi dan kejelasan progres pembangunan dapur MBG yang sudah terdata, namun belum terlihat wujud fisiknya di lapangan.
Isu ini mencuat setelah laporan media menyebutkan bahwa ada sekitar 5.000 titik SPPG yang terdata dalam sistem, telah dipasangi spanduk, namun belum mengalami progres pembangunan fisik yang signifikan. Hal inilah yang memicu kecurigaan bahwa program ini sarat fiktivitas.
Namun, BGN dengan tegas membantah tudingan tersebut. Dalam keterangan resminya, lembaga ini menjelaskan bahwa tidak ada SPPG yang telah beroperasi namun bersifat fiktif. Setiap SPPG yang saat ini menjalankan fungsi distribusi makanan bergizi telah melalui proses verifikasi yang ketat, termasuk pengecekan dokumen, survei lapangan, hingga persetujuan pencairan dana melalui akun virtual yang terpantau.
Baca Juga: Klarifikasi BGN: Jumlah Korban Keracunan MBG di Garut Bukan 500 Tapi 150 Pelajar
Dalam keterangan yang diterbitkan oleh Tirto.id, Wakil Kepala, Sony Sonjaya menyatakan bahwa istilah "fiktif" keliru digunakan, karena yang dimaksud sebenarnya adalah usulan titik dapur yang belum masuk tahap pembangunan atau belum diverifikasi secara penuh.
"Sampai saat ini sangat yakin tidak ada SPPG fiktif. Adapun berita SPPG fiktif muncul karena warga menemukan titik-titik lokasi dipasang banner atau spanduk (tertulis) ‘Di sini akan dibangun SPPG’," Ungkpnya yang dilansir pada Selasa (23/09/2025).
Banyak ribuan titik yang baru masuk tahap usulan atau pendaftaran awal yang sudah masuk dalam sistem mitra.bgn.go.id. Sesuai mekanisme yang berlaku, satu titik SPPG baru bisa dikategorikan “siap dibangun” setelah melalui 10 tahap proses yang ketat, termasuk pengecekan yayasan pengusul, keberadaan Kepala SPPG, Person In Charge (PIC), hingga kesiapan lokasi secara fisik.
Menanggapi kekhawatiran publik, BGN menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh titik SPPG yang belum menunjukkan progres nyata. Evaluasi ini akan dilakukan dalam beberapa bentuk:
-
Reset usulan otomatis bagi titik yang tidak menunjukkan progres selama lebih dari 20 hari.
-
Penguatan sistem pelaporan publik melalui kanal WhatsApp untuk menerima aduan lokasi mangkrak.
-
Pertemuan langsung dengan mitra daerah untuk mempercepat komitmen pembangunan dapur MBG.
-
Pemantauan lapangan secara berkala untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Baca Juga: Korban Dugaan Keracunan MBG di Garut Bertambah Jadi 657 Siswa
Langkah-langkah ini diharapkan bisa menghilangkan keraguan publik sekaligus mempercepat realisasi dapur MBG sesuai target nasional.
Program MBG sendiri menargetkan pembangunan hingga 33.000 titik SPPG di seluruh Indonesia, namun baru sekitar 1.542 titik yang mendapatkan pendanaan langsung melalui APBN 2025. Sisanya akan dibiayai melalui skema kemitraan bersama yayasan dan komunitas lokal.
Tantangan utama yang dihadapi adalah minimnya kesiapan infrastruktur di sejumlah daerah, terbatasnya tenaga pelaksana yang terlatih, dan perluasan komunikasi publik agar masyarakat memahami perbedaan antara usulan, verifikasi, dan operasionalisasi SPPG.
Isu SPPG fiktif dalam program Makan Bergizi Gratis bukanlah permasalahan fiktif secara substansi, melainkan lebih pada miskomunikasi status pembangunan. BGN sudah menyatakan komitmennya untuk mengevaluasi titik-titik yang belum menunjukkan progres dan membuka jalur pelaporan masyarakat.
Dengan verifikasi ketat dan sistem kontrol berlapis, peluang adanya penyalahgunaan dana pada titik yang benar-benar operasional sangat kecil. Namun, agar program ini berhasil secara menyeluruh, dibutuhkan transparansi data, komunikasi publik yang efektif, dan evaluasi berkelanjutan.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.