Beranda Mengenang Jejak Penulis Sunda, Oejeng Suwargana dengan Nama Pena Tionghoa
ADVERTISEMENT

Mengenang Jejak Penulis Sunda, Oejeng Suwargana dengan Nama Pena Tionghoa

16 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Mengenang Jejak Penulis Sunda, Oejeng Suwargana dengan Nama Pena Tionghoa. (Source: Istagram/@makamindo)

Kisah Oejeng Suwargana adalah contoh nyata bagaimana seorang penulis Sunda menggunakan nama pena Tionghoa sebagai bagian strategi dalam karya dan penerbitan. 

Dalam khazanah sastra dan penerbitan Indonesia, muncul kisah menarik tentang bagaimana seorang penulis Sunda membuat pilihan unik dalam menampilkan identitasnya. Sosoknya adalah Oejeng Suwargana, seorang tokoh yang lahir di Pangandaran, Jawa Barat, yang pada masa mudanya berkiprah tak hanya dalam dunia pendidikan dan militer, tetapi juga dalam penerbitan buku dan penulisan. 

Dalam menulis, Oejeng memilih menggunakan nama pena Tionghoa bernamma Oey Eng Soe, sebagai salah satu identitas karyanya. Pilihan itu bukan sekadar nama samaran, melainkan bagian dari strategi adaptasi dalam konteks budaya, politik, dan penerbitan di Indonesia pasca-kemerdekaan. 

Baca Juga: Daftar Nama Pahlawan Nasional yang Layak Dikenal Lebih Luas dan Tidak Disebutkan dalam Pelajaran Sekolah

Oejeng Suwargana lahir dalam keluarga terpandang di Pangandaran. Ayahnya berna Mas Kanduruan Kartaatmadja, membuka sekolah dasar di wilayah terpencil demi memperluas akses pendidikan. 

Ia menempuh pendidikan guru di HIK Bandung dan lulus pada 1938, namun kemudian memilih jalur yang tak biasa, dia masuk dunia militer termasuk KNIL dan kemudian TNI yang sebelum akhirnya berkonsentrasi pada pendidikan, penerbitan, dan penulisan.

Karir dan Nama Penanya

Setelah periode militer, Oejeng bekerja di A.C. Nix, sebuah percetakan di Bandung dan menulis buku pelajaran yang banyak digunakan sekolah pada era 1950-an. 

Menariknya, dalam karya-karyanya ia tidak selalu memakai nama asli Oejeng Suwargana, tetapi juga nama pena Oey Eng Soe, nama yang terkesan berasal dari Tionghoa. Ini bagian dari identitas ganda yang dipakai untuk menghadapi situasi sosial-budaya dan penerbitan pada zamannya. 

Penggunaan nama pena Tionghoa oleh seorang penulis Sunda seperti Oejeng tidak bisa dilihat hanya sebagai gimmick. Ia mencerminkan adaptasi terhadap situasi penerbitan, identitas kolektif dan pengaruh budaya di Indonesia. Dengan nama yang terdengar Tionghoa, karyanya mungkin mendapat perhatian yang berbeda atau akses ke lingkup penerbitan yang lebih luas.

Baca Juga: Baca Juga: Daftar Nama Pahlawan Nasional yang Layak Dikenal Lebih Luas dan Tidak Disebutkan dalam Pelajaran Sekolah

Selain itu, strategi ini juga menunjukkan bagaimana identitas etnis dan budaya bisa dimainkan dalam ranah literasi dan pasar buku di Indonesia pasca kemerdekaan.

Kisah Oejeng mencerminkan bahwa dunia sastra Sunda dan penerbitannya tidak hanya tentang bahasa atau lokalitas, tetapi juga tentang bagaimana penulis mengelola identitas, bahasa, dan pasar. Dia menunjukkan bahwa penulis Sunda bisa beroperasi dengan kemasan identitas yang lebih fleksibel, termasuk nama pena yang bukan khas Sunda.

Hal ini penting untuk memahami evolusi sastra Sunda, penerbitan lokal, dan bagaimana para pelaku seperti penulis dan penerbit menavigasi konteks nasional dan global.

Dengan latar belakang Oejeng Suwargana dalam bidang pendidikan, militer, dan penerbitan, ia menggabungkan identitas Sunda dengan nama yang Tionghoa menjadi sebuah bentuk adaptasi budaya sekaligus literasi di Indonesia.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.