Beranda Melintasi Jejak Charlie Chaplin di Garut, Stasiun Cibatu dan Grand Ngamplang Jadi Tempat Bersejarahnya
ADVERTISEMENT

Melintasi Jejak Charlie Chaplin di Garut, Stasiun Cibatu dan Grand Ngamplang Jadi Tempat Bersejarahnya

1 jam yang lalu - waktu baca 4 menit
Melintasi Jejak Charlie Chaplin di Garut, Stasiun Cibatu dan Grand Ngamplang Jadi Tempat Bersejarahnya. (Source: Pixabay/@Darmoon_Art)

Terdapat beberapa jejak yang menandakan Charlie Chaplin pernah menapaki jejaknya di Garut, terutama di Stasiun Cibatu dan Grand Ngamplang.

Stasiun Cibatu memiliki keindahan pemandangan indah yang sangat memukau dan terletak di ketinggian 612 meter di atas permukaan laut. Gunung Guntur menjulang di barat, separuh tubuhnya diterpa cahaya matahari, sementara puncaknya berselimut awan putih. Di kejauhan, Gunung Papandayan, Cikuray, Kancil, dan Haruman tampak membingkai lanskap yang memukau dengan pemandangan yang menyerupai lukisan alam tak bergerak.

Namun, daya tarik Stasiun Cibatu bukan hanya pada keindahan alamnya. Stasiun yang mulai beroperasi pada 1889 ini menyimpan kisah sejarah yang menawan, salah satunya adalah cerita kedatangan tamu istimewa, yakni Charlie Chaplin. Komedian legendaris asal Inggris itu diyakini pernah singgah di sini pada tahun 1927.

Baca Juga: Seorang Aktor Film Dunia, Charlie Chaplin Terpikat dengan Wisata Garut

Misteri Chaplin di Stasiun Cibatu

Meski hingga kini belum ditemukan dokumen resmi yang membenarkan keberadaan Chaplin di Cibatu, kisah ini telah mengakar kuat dalam ingatan kolektif warga Garut, sebagaimana yang disebutkan dalam artikel National Geographik Indonesia yang Infogarut lansir. Kepala Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur PT KAI, Ella Ubaidi, menyatakan bahwa bukti otentik kunjungan Chaplin memang belum ditemukan. Namun, cerita tersebut tetap hidup melalui kisah-kisah lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Salah satu yang mewarisi kisah ini adalah Franz Limiart (47), pemerhati sejarah lokal dan pelaku ekonomi kreatif di Garut. Cerita yang didapatkannya dari ayahnya, Liem Boen San (1923-1993) ini menjadi saksi ramainya warga yang membicarakan kehadiran Chaplin ke Garut pada tahun 1935, yang merupakan kunjungan keduanya.

Saat kecil, rumahnya terletak tak jauh dari Stasiun Garut Kota dan menyaksikan kerumunan besar warga dari berbagai kalangan, baik pribumi maupun Eropa, berkumpul menyambut kedatangan sang komedian dari Stasiun Cibatu. Tak seperti sosoknya dalam film, kali ini Chaplin hadir tanpa kumis petak, jas sempit, atau topi tinggi khasnya. Ia tampil rapi dengan jas dan dasi, serta penutup kepala seperti yang lazim dikenakan mandor perkebunan.

Chaplin melambaikan tangan ke arah kerumunan, disambut sorak sorai dan antusiasme warga. Iring-iringan yang mengikutinya bahkan mencapai jarak ratusan meter. Selama di Garut, Setelah dari stasiun, Chaplin dibawa menuju Hotel Grand Ngamplang, tempat ia menginap selama di Garut.

Baca Juga: Jejak Charlie Chaplin Saat Singgah di Garut

Grand Ngamplang dan Jejak Wisata Elite Masa Lalu

Selama di Garut, Chaplin menginap di Hotel Gran Ngamplang ini, sehingga menjadi saksi bisu status Garut sebagai destinasi wisata unggulan Hindia Belanda. Terletak di ketinggian 630 meter, hotel ini menawarkan panorama spektakuler dari Gunung Papandayan, Guntur, Cikuray, hingga Karacak. Tak mengherankan jika julukan "Switzerland van Java" diyakini lahir dari keindahan tempat ini.

Terdapat juga Villa Dolce, Hotel Papandayan, Belvedere, dan beberapa penginapan yang lainnya, sedangkan Grand Ngamplang menjadi magnet bagi para pelancong Eropa pada masa itu. Sayangnya, sedikit sekali jejak fisik kehadiran Chaplin yang masih dapat ditemukan di sana.

Foto, Kartu Pos, dan Inspirasi yang Tertinggal

Untungnya, masih ada yang bisa menyelamatkan fragmen sejarah tersebut. Thilly Weissenborn, fotografer perempuan keturunan Jerman yang lahir di Kediri, berhasil mengabadikan momen kedatangan Chaplin di Garut. Setidaknya tiga foto ikonik hasil jepretannya memperlihatkan euforia masyarakat menyambut bintang film bisu itu.

Thilly dikenal gemar memotret lanskap dan budaya Garut, kemudian menyebarkannya dalam bentuk kartu pos ke mancanegara. Tak menutup kemungkinan, gambar-gambar inilah yang menarik minat Chaplin untuk datang langsung ke Garut.

Selain Thilly, fotografer lain seperti Yo Liang Kie juga disebut sempat mengabadikan momen kehadiran Chaplin, meski karya-karyanya kini sulit dilacak.

Baca Juga: Peristiwa-peristiwa Bersejarah yang Terjadi di Bulan Juli

Stasiun Cibatu dan Masa Keemasan Wisata Garut

Pada masa 1930-an hingga 1940-an, Stasiun Cibatu adalah titik transit utama bagi wisatawan menuju Garut. Menurut penulis Haryoto Kunto dalam bukunya Seabad Grand Hotel Preanger 1897–1997, mobil-mobil mewah milik hotel-hotel bergengsi kerap berjajar di depan stasiun untuk menjemput tamu elite dari berbagai kota.

Tidak lama Chaplin mampir ke daerah Cibatu ini, kemudian ia melakukan perjalanan ke Stasiun Garut Kota menggunakan kerata api Si Gombar, yang sangat terkenal pada masa itu.

Destinasi wisata Garut pada masa itu sangat beragam. Wisata alam seperti Kawah Papandayan, Kawah Kamojang, hingga Situ Bagendit dan Pantai Santolo di selatan menjadi daya tarik utama. Dikelilingi lima gunung, wilayah ini juga menawarkan keindahan danau, air terjun, serta pemandian air panas yang lengkap.

Menyusuri Jejak Chaplin Hari Ini

Hingga saat ini, kereta api dari Jakarta dengan tujuan ke Cibatu masih tetap beroperasi. Setiap penumpang yang turun di stasiun tua ini, seolah diajak menyelami potongan sejarah yang nyaris terlupakan. Bagi para penikmat sejarah, perjalanan ini bisa menjadi bentuk penghormatan pada jejak Charlie Chaplin, sang maestro film bisu, yang pernah menyapa tanah Garut dengan senyum khasnya.

Sekali waktu, tak ada salahnya untuk "nyepur" ke Garut melalui Stasiun Cibatu, siapa tahu, warginet bisa merasakan kembali langkah-langkah kecil yang pernah ditapaki oleh salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah sinema dunia tersebut.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.