Beranda Apa Kabar Mangle? Majalah Bahasa Sunda yang Tersisa
ADVERTISEMENT

Apa Kabar Mangle? Majalah Bahasa Sunda yang Tersisa

5 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Apa Kabar Mangle? Majalah Bahasa Sunda yang Tersisa. (Source: Instagram/@

Mangle menjadi majalah Bahasa Sunda yang sangat melegendaris dan masih sangat eksis hingga saat ini dengan keterbaharuannya dalam era digitalisasi.

Majalah Mangle (Manglé) memiliki arti yang cukup bermakna, yakni untaian bunga melati, kata tersebut diambil dari Bahasa Sunda dan menjadi simbol penting untuk melestarikan bahasa dan budaya Sunda. 

Majalah ini menjadi majalah yang paling tua, berdiri sejak tahun 1957 dan masih tetap eksis hingga saat ini. Bogor menjadi daerah bersejarah bagi majalah Mangle, karena menjadi tempat pertama kali didirikannya. 

Baca Juga: Seru! Ini Dia Daftar Novel Berbahasa Sunda yang Wajib Dibaca

Sejarah dan Evolusi

Majalah ini didirikan oleh beberapa tokoh penting seperti Oetoen Moechtar, Wahyu Wibisana, Rochamina Sudarmika, dan Saleh Danasasmita. Pada awalnya terbit sebulan sekali dengan format sederhana, namun mulai tahun 1965 beralih menjadi terbit mingguan. Pada awal kejayaannya di era 1960-an dan 1970-an, tiras Mangle pernah mencapai 90.000 hingga 150.000 eksemplar per edisi.

Menurut penelitian historis, perjalanan Mangle terbagi dalam tiga fase: perintisan (1957–1959), kejayaan (1959–1972), dan bertahan (1972–1998). Dalam periode bertahan ini, tiras menyusut drastis hingga antara 5.000 hingga 10.000 eksemplar.

Mangle dibentuk sebagai media hiburan berbahasa Sunda dengan menyajikan carpon (cerita pendek), humor, serta informasi ringan yang mudah dinikmati pembaca tanpa merasa terbebani oleh tujuan pelestarian budaya.

Seiring waktu, rubriknya berkembang mencakup hiburan (55 %), budaya dan sejarah (20 %), agama dan pendidikan (20 %), serta informasi lain (5 %).

Majalah ini juga menjadi tempat lahirnya sejumlah penulis Sunda, membuka ruang bagi generasi muda untuk berlajar, mengirim karya, dan mendapatkan apresiasi melalui rubrik seperti Bale Rancage dan Koropak Mangle.

Baca Juga: Bahasa Sunda Jadi Warisan Budaya yang Berpotensi Mendunia

Tetap Eksis dan Masuk Digitalisasi Bersama Unpad

Meski banyak media cetak Sunda lainnya gulung tikar, Mangle tetap bertahan hingga tahun 2023 berkat konsistensi dan dukungan lembaga serta pembaca setia.

Pada masa pemerintahan Gubernur Ridwan Kamil, tepat pada tahun 2019, ia mendorong agar majalan Mangle ini tetap hadir di tengah perkembangan teknologi dalam bentuk digital agar bisa terjangkau oleh kalangan milenial dan generasi Z agar tetap dapat melestarikan Bahasa Sunda melalui media tersebut, 

Mulai dari tahun 2024 lalu, Mangle semakin berkembang ke ranah digitalisasi melalui media multiplatform digital, dan masih tetap melakukan pencetakan dengan bahasa Sunda. Digitalisasi juga disesuaikan dengan gaya komunikasi anak muda agar lebih inklusif.

Per Mei 2025, Universitas Padjadjaran (Unpad) resmi mengambil alih pengelolaan redaksional Majalah Mangle melalui Pusat Budaya Sunda. Pengelolaan difokuskan pada konten budaya dan pengetahuan guna mengurangi aspek berita aktual, dengan target tetap mempertahankan kualitas cetak dan oplah sekitar 1.500 eksemplar per bulan seharga Rp25.000.

Mangle tetap hidup dan relevan sebagai media budaya Sunda yang langgeng. Dari awalnya sebagai majalah hiburan, kini Mangle berdiri sebagai simbol kelestarian bahasa, sastra, dan budaya Sunda. Dengan dukungan institusi seperti Unpad dan adaptasi digital, Mangle terus menularkan asa agar budaya Sunda tetap dikenang dan dibumikan oleh generasi sekarang dan mendatang.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.